GARUDANEWS.net // KABUPATEN TEGAL-JAWA TENGAH || Tidak dilibatkanya Dewan Pers dalam perubahan penyusunan naskah final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menyebabkan adanya pasal-pasal yang bisa menjadikan sebuah delik kriminal bagi pers membuat Azyumardi Azra (AZ) selaku ketua Dewan Pers angkat bicara.
Diketahui melalui sebuah tayangan video singkat yang diunggah melalui group WhatApps "Forum Wartawan Tegal Slawi" oleh salah satu anggota group yang merupakan wartawan online pada hari Jumat (16/7/2022), Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra menyampaikan pernyataanya.
Azyumardi Azra mengatakan," jika pada saat pemerintah membuat perubahan dan penyusunan naskah final RKUHP, Dewan Pers tidak dilibatkan. "Saya Azyumardi Azra memberikan catatan bahwa dalam perubahan penyusunan naskah final RKUHP, Dewan Pers tidak dilibatkan, sehingga dibikinlah pasal-pasal yang menjadi delik kriminal bagi pers kita. Ini berbahaya. Dewan pers mengharap agar pasal-pasal yang menciderai dan mengancam kebebasan pers kita di crop (pangkas) atau dirubah, sehingga tidak membahayakan pers kita, tidak membahayakan demokrasi dan tidak membahayakan kebebasan berekspresi kita.", Tuturnya.
Dikutip melalui situs resmi www.kemenkumham.com, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej menyampaikan 14 penjelasan terkait isu-isu yang kontroversi yang ada di RUU KUHP. Penjelasan ini disampaikan Wamenkumham saat mengikuti rapat dengar pendapat antara tim pemerintah dengan Komisi III DPR RI pada pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Gedung DPR Senayan, Rabu (25/5/2022).
“Secara garis besar, terhadap isu-isu yang kontroversi ini, ada beberapa hal, diantaranya ada beberapa yang kami hapus karena menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, ada yang tetap dan ada juga yang kita lakukan reformulasi namun tidak menghilangkan substansi,“ kata Eddy Hiariej.
Adapun 14 poin hasil sosialisasi RUU tentang KUHP yang disampaikan Wamenkumham antara lain;
Pertama, penjelasan mengenai The Living Law. Wamenkumham menjelaskan bahwa dalam Pasal 2 yang dimaksud hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.
Kedua, mengenai pidana mati. Dalam RUU KUHP ini pidana mati ditempatkan paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Pidana mati yang selalu diancamkan secara alternative dengan pidana penjara dengan waktu tertentu selama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup.
Ketiga, menjelaskan tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Kemudian penjelasan keempat yaitu, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib. Penjelasan kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa ijin. Penjelasan keenam mencakup unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Selanjutnya, Ketujuh, Contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan. Penjelasan kedelapan, Advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus).
Kedelapan terkait isu tentang penodaan agama. Kesembilan Penganiayaan hewan. Ke-10 menjelaskan tentang gelandangan tetap diatur RUU KUHP. Penjelasan ke-11 tentang Aborsi ditambahkan satu ayat yang menyatakan memberikan pengecualian apabila keterdaruratan medis atau korban perkosaan. Ke-12 mencakup perzinahan melanggar nilai agama dan budaya. Ke-13 Kohabitasi dan ke-14 Perkosaan dalam perkawinan.
Dalam rapat tersebut Komisi III DPR RI menerima dan menyetujui penjelasan Pemerintah terkait dengan empat belas isu krusial dalam RUU tentang KUHP hasil sosialisasi kepada masyarakat. Dan akan menindaklanjuti pada tahap selanjutnya.
Perlu diketahui, RUU KUHP ini masuk dalam prolegnas jangka menengah tahun 2020-2024 dan prolegnas prioritas tahun 2022 sehingga diharapkan RUU KUHP diselesaikan pada masa sidang ke V DPR RI Tahun 2022.
(Iman)