Ketua LSM Formapera Sumut, Feri Afrizal. |
GARUDANEWS.net // BANDAR KLIPPA - PERCUT SEI TUAN || Terkait Pernyataan Saring selaku Plt. Kadus 4, Tanah Wakaf Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, bahwa lahan garapan eks HGU PTPN IV yang digunakan untuk pemakaman bagi warga Desa Bandar Klippa, Desa Tembung, Desa Sambirejo Timur, Karyawan aktif PTPN IX dan pensiunan serta STM yang terdaftar.
Kemudian, soal biaya sebesar Rp 5 juta adalah sebagai penolakan halus, agar warga diluar yang bukan berasal dari desa tersebut tidak dikebumikan, ujarnya.
Ketua LSM Formapera Sumut, Feri Afrizal menyayangkan pernyataan dan kebijakan tersebut. Menurutnya, apa yang dikatakan oleh Plt. Kadus Dusun 4 dirasakan melukai hati umat muslim, dimana seharusnya timbul solidaritas bukan membuat semakin membebani keluarga yang mengalami kemalangan.
Masih kata Feri Afrizal, apalagi berdasarkan kebijakan bersama yang mengatakan bahwa lahan tersebut diperuntukkan bagi warga desa, tentunya harus memiliki dasar kuat secara hukum dan aturan yang berlaku, karena lahan tersebut adalah eks HGU PTPN IV.
Ditambahkannya, Plt. Kadus yang merangkap sebagai Kaur Desa Bandar Klippa seharusnya mengetahui dengan jelas bahwa hal ini tidak sesuai aturan, maka itu yang bersangkutan harus dipanggil atasannya, karena hal ini dapat memicu persoalan baru yang bukan hanya melukai ahli musibah, namun juga umat muslim yang berdomisili di sekitar pekuburan dan dari luar daerah dimana keluarganya telah dikebumikan sebelumnya, dan tidak terdaftar serta tercatat sebagai warga desa juga anggota STM.
" Dalih uang 5 juta sebagai penolakan bukan solusi apalagi jika disebut lahan itu untuk warga desa, harusnya ada aturan yang jelas dan dirembukkan soal biaya, sehingga tidak membebani ahli musibah," tegas Feri.
Hal senada juga disampaikan oleh Aktivis Muda, FR Nasution, dimana dirinya sebagai pemerhati sosial merasa sangat kecewa dengan kebijakan yang di tetapkan oleh para Pengurus perkuburan umum ini, karena peruntukan dari eks HGU, seharusnya kembali kepada masyarakat.
Jika pun ada pungutan biaya perawatan makam hendaknya di sesuaikan dengan keadaan yang ada, jangan menetapkan biayanya yang membuat ahli musibah justru tambah terluka lagi .
Solidaritas antar sesama harusnya lebih di kedepankan, sebab kemalangan sejatinya haruslah mendapat dukungan moril bukan malah membebani ahli musibah secara materil yang berakibat tidak baik nantinya.
" Pemakaman umum hendaknya mengatur regulasi yang bijaksana terlebih bila lahan TPU tersebut di kelolah dengan dasar tanah eks PTPN yang habis masa HGU nya harusnya itu bisa di hibahkan kepada masyarakat siapa pun tanpa terkecuali, karena Rakyat yang maksud adalah siapa saja asalkan beridentitas Bangsa Indonesia," tutupnya.
( Tim MUP)