Tokoh Muda Papua Tuding Juru Bicara Komnas TPNPB Sebby Sambon Tak Punya Basis Pendidikan Hukum Humaniter Internasional

Tokoh muda tanah Papua Otis Tabuni, SH, MH (kiri) dan Juru Bicara Komnas TPNPB Sebby Sambo (kanan).( foto ; Taufik )



GARUDANEWS.net // TIMIKA - PAPUA || Tokoh muda tanah Papua Otis Tabuni, SH, MH menuding Juru Bicara Komnas Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) Sebby Sambo tidak memiliki basis pendidikan humaniter internasional menyusul serangkaian aksi kekerasan TPNPB yang memakan nyawa korban, baik sipil maupun militer di bumi Cenderawasih belakangan.


“Sebby Sambon tidak mempunyai basis pendidikan hukum humaniter internasional. Selama ini dia melancarkan provokasinya kepada pasukan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat untuk terus membunuh rakyat sipil di tanah Papua,” ujar Otis Tabuni  dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Selasa (6/8).


Menurut Otis, di dunia perjuangan pembebasan seluruh bangsa ada mekanisme yang diatur. Pertama, kelompok pemberontak yang mengangkat senjata dan melawan militer pemerintahan berkuasa diatur secara hukum  internasional.


Kedua, hukum humaniter internasional atau dahulu dikenal dengan hukum perang mengatur tentang perang. Hukum humaniter internasional merupakan seperangkat aturan yang bertujuan membatasi dampak kemanusiaan dari konflik bersenjata. Ketiga, tujuan hukum humaniter internasional adalah agar ada perlindungan terhadap warga yang tidak terlibat dalam pertempuran.


“Tujuan hukum humaniter internasional itu memberikan perlindungan kepada penduduk sipil, tentara yang menjadi korban luka, korban kapal karam, dan tawanan perang. mengatur adanya regulasi penggunaan alat dan cara bertempur,” kata Otis.


Selain itu, tujuan hukum humaniter internasional yaitu mengatur penggunaan alat dan metode peperangan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kemanusiaan. Dalam aspek pembatasan dan peringanan penderitaan akibat perang, hukum humaniter internasional membatasi serta meringankan penderitaan yang diakibatkan oleh konflik bersenjata.


Otis menjelaskan, prinsip-prinsip hukum humaniter internasional mengatur sejumlah hal. Pertama, dalam prinsip kemanusiaan masyarakat sipil harus dijauhkan dari medan pertempuran dan korban luka harus diminimalkan sebisa mungkin. Prinsip ini melarang serangan terhadap warga sipil, pers, petugas medis, dan relawan kemanusiaan.


Kedua, dalam prinsip pembedaan pihak yang terlibat dalam konflik harus membedakan antara pasukan militer dengan penduduk sipil untuk melindungi yang tidak terlibat dalam pertempuran.


Ketiga, dalam prinsip kepentingan militer hukum humaniter menentukan bahwa target serangan di medan pertempuran hanya boleh militer, bukan warga sipil. Keempat, dalam prinsip proporsionalitas setiap serbuan militer harus memastikan bahwa serbuan tersebut tidak akan menyebabkan kerugian berlebihan pada pihak sipil.


Kelima, prinsip pelarangan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu. Metode perang harus ditujukan hanya untuk melemahkan kekuatan militer lawan, tanpa menimbulkan penderitaan yang tidak perlu


Otis juga mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Sebby Sambo. Misalnya, apakah sebagai juru bicara Sebby mengerti, memahami, dan mengikuti prinsip2 hukum humaniter internasional. 


Begitu pula, apa dasar yuridis internasional yang menetapkan wilayah penduduk sipil asal Kabupaten Nduga secara menyeluruh dari Alama-Wesak batas batu sampai Abema sebagai wilayah perang dan memerintahkan semua dihancurkan.


“Bagaimana nasib masyarakat sipil sejak ratusan tahun menetap di semua kampung dari Alama- Wesak yang 100 persen adalah suku Nduga. Apakah Sebby punya persoalan dengan suku Nduga sehingga posisi dengan pernyataan-pernyataan itu hendak merencanakan dan merancang strategi untuk menghabiskan suku Nduga dari muka bumi,” ujar Otis retoris.


Otis juga mengatakan, apakah kejadian terbaru di Distrik Alama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah berdampak pada terwujudnya kemerdekaan Papua. “Sebby Sambon stop bikin pernyataan yang berdampak mengorbankan rakyat kami yang bertahun-tahun sejak moyang hidup di situ,” katanya.


Menurut Otis, seharusnya ada pengakuan Panglima TNI melalui telegram yang menegaskan TPNPB-OPM sebagai kelompok pemberontak, menjadi acuan dalam menerapkan prinsip hukum humaniter internasional. 


Termasuk kedua kombatan sama-sama menerapkan prinsip hukum perang guna menghindari korban warga sipil tetapi ini malahan tidak sesuai dan menambah kondisi daerah dan kampung semakin gawat.


“Pak Sebby tolong dan hati-hati. Masyarakat Nduga sudah habis. Pernyataanmu itu isi dengan peluru lawanmu untuk mengorbankan rakyat kecil yang sudah lama menderita dari segala keterbatasan di kampung sana,” kata Otis, tokoh muda tanah Papua asal Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. 


Atas nama kemanusiaan, Otis mengutuk peristiwa pembunuhan Glen Malcolm Conning, (50 tahun), pilot asal Selandia di Distrik Alama, Mimika, Papua Tengah, Senin (5/8) sekitar pukul 10:00 WIT. Insiden itu dinilai Otis sebagai tindakan tidak terpuji dan hanya menambah korban rakyat di sana yang tidak tahu apa-apa.


“Kematian pilot yang merupakan bagian dari warga sipil merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia dan Sebby Sambon harus bertanggungjawab menjelaskan kepada dunia,” ujar Otis tegas


(Taufik)

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama